Catatan Kecil yang Penuh Makna

saya ucapkan ahlan-wa sahlan biqudumikum, welcome, selamat datang, wilujeng sumping, sugeng rawuh. Blog sederhana ini berisi pengetahuan dan sekelumit kisah hidup ane, so jangan bosan-bosan untuk mampir dan nongkrongin blog gw yak...

Selasa, 16 Juli 2013

Seputar kegiatan Belajar

 Dalam sebuah pendidikan ada istilah belajar, apakah yang dimaksud dengan belajar ? apakah kita membaca sebuah buku yang berisi teori ilmu pasti saja sudah termasuk ke dalam belajar? apakah belajar hanya mendengarkan penjelasan guru semata?
nah, berikut saya paparkan pengertian, prinsip, teori psikologi, proses dan cara belajar yang baik,,, have nice read.


A.  Pengertian Belajar
Belajar merupakan topik dasar dalam psikologi yang berperan penting hampir dalam semua cabang psikologi. Kegiatan belajar adalah suatu proses yang dapat menyebabkan perubahan di dalam cara seseorang menanggapi dan menjawab (respon) sesuatu problema sebagai hasil dari pengalamannya. Selain itu, belajar juga dapat diartikan sebagai perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Kemudian, kegiatan belajar seseorang tergantung juga pada faktor ingatan, perassaan dan kemauannya[1]. Terkait dengan pemecahan problematika, tergantung pada sejumlah faktor-faktor seperti keadaan yang berhubungan dengan corak kepribadian seseorang, momen yang bersifat khusus, pengalaman yang telah diperolehnya, flexibilitas atau kebebasan dari tekanan kejiwaan serta kecemasan.

B.  Prinsip Belajar
Belajar itu tidak sesederhana seperti yang digambarkan oleh ilmu jiwa asosiasi melainkan sangat komplex. Dari hasil penelitian dan berdasarkan pengalaman akan kami kemukakan  prinsip belajar menurut Gestalt, yaitu :
a). Agar seorang benar-benar belajar ia harus mempunyai suatu tujuan.
b). Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
c). Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesusahan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
d). Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
e). Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil-hasil sambilan atau sampingan.
     f). Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan learning by doing.
g). Seseorang belajar secara keseluruhan tidak dengan otaknya saja tetapi juga secara sosial, emosional, etis dan sebagainya.
h). Dalam hal belajar, seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
i). Segala sesuatu yang dipelajari harus benar-benar dipahami.
j). Belajar lebih berhasil apabila usaha itu memberikan sukses yang menyenangkan.
            k). Ulangan dan latihan perlu, akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
l). Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar[2].
   
C.  Teori Psikologi Belajar
Dalam memahami proses psikologis belajar anak tidak selalu mudah. Oleh karena itu, memerlukan berbagai macam teori untuk bisa memahaminya. Adapun beberapa macam teori tersebut, yaitu :
1)   Teori Behavioral
Teori ini mempunyai beberapa prinsip yang perlu dikaji lebih dalam, yaitu :
a)   Classical Conditioning
Classical conditioning, merupakan kemampuan merespon stimulus baru berdasarkan pengalaman yang diperoleh secara berulang – ulang. Dalam classical conditioning terdapat prinsip continguity yang sangat berperan penting yang berbunyi, “kapanpun terdapat dua alat indra terjadi secara bersama-sama dan berulang kali, maka keduanya saling berkaitan”. Jadi, jika hanya ada satu dari stimulus terjadi, maka yang lainnya ikut merespon sebagai perwujudannya, maka terjadilah suatu jawaban yang otomatis. Misalnya ketika mata kita terkena debu atau kotoran lainnya yang berasal sari udara, secara refleks kita akan langsung menutup mata. Contoh lainnya ketika tangan kita terkena api atau dekat dengan api, secara serentak pasti tangan kita akan langsung menghindar dari api tersebut.
Untuk lebih memahami Classical conditioning dapat menggunakan eksperimen Ivan Pavlov yang mengidentifikasikan tiga proses dalam classical conditioning yaitu generalisasi, deskriminasi, dan penghilangan. Ketika proses tersebut berdasarkan penelitiannya terhadap anjing. Proses generalisasi yaitu ketika anjing mengeluarkan air liurnya dalam merespon bunyi suara tertentu. Setelah anjing mendengar bunyi yang lebih keras dan lemah, anjing juga akan mengeluarkan air liurnya. Deskriminasi yaitu anjing belajar untuk memberikan respon yang berbeda terhadap stimulus yang sama dengan meyakinkan bahwa makanan selalu diikuti oleh satu suara. Penghilangan (extinction) mempengaruhi proses diskriminasi. Proses penghilangan terjadi ketika terjadi stimulus yang bersyarat dilakukan berulangkali dan tidak diikuti oleh stimulus tak bersyarat.
Prinsip Classical conditioning tidak begitu saja dapat digunakan, melainkan terdapat beberapa petunjuk untuk menggunakannya. Pertama, mengkaitkan kejadian yang positif dan menyenangkan dalam tugas belajar. Misalnya agar proses pembelajaran dalam kelas tidak membosankan, sesekali seorang guru mengadakan sejenis permainan kelompok untuk merileksasikan sejenak pikiran siswa. Dengan permainan ini proses belajar akan lebih menyenangkan dan tentunya siswa akan lebih semangat untuk belajar.
Kedua, memberikan bantuan kepada siswa secara sukarela kepada siswa untuk menghadapi situasi yang penuh kecemasan. Misalnya seorang anak yang pemalu, diberi tanggung jawab untuk memimpin berdoa di depan kelas. Selain memimpin doa, berikan kesempatan kepadanya untuk kegiatan yang sama di depan kelas. Hal itu bisa membantu anak tersebut untuk melatih mentalnya agar menjadi lebih baik dan percaya diri.
Ketiga, membantu siswa mengenal perbedaan dan kesamaan antara situasi yang dapat mereka diskriminasikan dan simpulkan secara tepat. Misalnya seorang guru memberi pengarahan kepada siswa kalau diberi sesuatu barang dari orang yang belum dikenal seharusnya tidak mau menerimanya. Karena kemungkinan orang tersebut dapat berbuat yang tidak baik kepada kita.
b)        Operant Conditioning
Maksud dari prinsip ini yaitu proses pembelajaran dimana seseorang secara sadar terlibat dan aktif bertindak pada lingkungannya dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Operant conditing adalah belajar dalam hal perilaku otomatis diperkuat atau diperlemah oleh konsekuensi atau tujuan (Santrock and Yussen, 1992).
Ada beberapa perbedaan utama antara operant conditioning dengan classical conditioning. Pertama, operant conditioning lebih baik dalam menjelaskan respon yang terjadi secara otomatis, sebaliknya classical conditioning lebih baik dalam menjelaskan respon yang tidak otomatis (terdapat proses). Kedua, dalam classical conditioning stimulus yang menguasai perilaku mendahului perilaku. Jadi, stimulus ada terlebih dahulu, lalu kemudian terjadilah perilaku. Sedangkan dalam operant conditioning stimulus yang menguasai perilaku mengikuti perilaku. Berarti perilaku dulu terjadi setelah itu baru stimulusnya.
Operant conditioning memungkinkan terjadinya consequence perilaku mengarahkan perubahan terhadap kemungkinan kejadian perilaku. Consequence ini dapat berupa hadiah atau hukuman yang dapat menyebabkan perilaku individu. Pengukuhan (reinforcement) untuk hadiah dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya perilaku. Sedangkan hukuman menurunkan kemungkinan suatu perilaku terjadi. Misalnya seorang dewasa yang tersenyum ramah kepada seorang anak dan terus mengajak berbicara, maka akan memperkuat atau menambah pembicaraan mereka. Akan tetapi, jika orang dewasa menggertak anak tersebut, tentunya anak tersebut akan cepat – cepat ingin meninggalkan situasai seperti itu.
Pada dasarnya pengukuhan itu komplek. Secara sederhana pengukuhan dibedakan menjadi pengukuhan positif yang sifatnya ditambahkan atau diperoleh dan pengukuhan negatif yafng sifatnya dikurangi, ditolak atau dijauhi. Anatar kedua pengukuhan ini sulit dipahami karena keduanya melibatkan stimulus yang berlawanan dan tidak menyenangkan. Perlu kita cermati bahwa pengukuhan negatif juga dapat meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku, sementara itu hukuman menurunkan kemungkinan munculnya respon.
Terdapat beberapa susunan yang dapat meningkatkan efektivitas pengukuhan. Yang pertama yaitu interval waktu. Belajar lebih efektif dalam operant conditioning karena interval stimulus dan responnya sangat singkat (perilaku otomatis), dibandingkan classical conditioning (perlu proses yang tidak dapat secara otomatis). Yang kedua yaitu pembentukan. Dengan pembentukan diharapkan dapat mengembangkan perilaku individu yang dikehendaki. Misalnya terdapat aturan bahwa anak yang baru pertama masuk sekolah diharapkan cepat mengambil tempat duduk dan duduk dengan tenang.
Yang ketiga yaitu penjadwalan pengukuhan. Penjadwalan pengukuhan menentukan kejadian suatu respon yang akan dikukuhkan. Penjadwalan sepenuhnya berdasarkan interval waktu dan frekuensi perilaku secara spesifik. Yang keempat yaitu pengukuhan primer dan sekunder. Pengukuhan primer menggunakan pengukuhan dalam memuaskan diri sendiri tanpa melalui belajar dari lingkungan, sedangkan pengukuhan sekunder mendapatkan nilai positif melalui pengalaman yang dapat dipelajari (bersifat kondisional).
c)    Pembentukan Kebiasaan
Presentasi dalam pembentukan kebiasaan terjadi berulang – ulang. Misalnya kebiasaan seorang bayi yang ingin minum susu. Si bayi akan memasukkan tangan ke mulutnya dan akan berhenti ketika bayi tersebut telah mendapatkan ASI dari ibunya.
d)   Peniruan (Imitation)
Imitasi atau peniruan terjadi ketika anak – anak belajar perilaku baru dengan melihat orang lain bertindak. Dalam beberapa hal imitasi membutuhkan waktu yang lebih sedikit daripada operant conditioning. Selain itu pada operant conditioning hanya memberikan pembelajaran yang terbatas dan mengabaikan situasi penting terutama pada pengaruh social terhadap belajar.
e)    Observational Learning (Belajar Observasi)
Teori belajar ini dikembangkan oleh Albert Bandura, merupakan perpaduan antara pandangan behavioristik dan kognitif, bahwa belajar tidak harus melalui reinforcement secara langsung seperti pada kondisioning operan. Belajar dapat terjadi karena individu meniru (imitasi/ orang lain (model) yang mendapat reinforcement sebagai kensekuensi dari tindakan yang dilakukan oleh model tersebut. Ini disebut Vicarious Reinforcement. Bandura menyatakan bahwa terjadianya belajar sosial dengan melalui proses pengolahan informasi tentang konsekuensi yang diperoleh model sebelum memutuskan meniru atau tidak.  
2)        Teori Kognitif
Pada dasarnya teori kognitif memang berbeda dengan teori behavioral. Pada teori kognitif, pengetahuan dipelajari dan perubahan dalam pengetahuan menyebabkan adanya perubahan perilaku. Sedangkan pada teori behavioral, perilaku baru itu sendiri yang dipelajari. Pendekatan kognitif menyarankan bahwa apa yang dibawa oleh individu dalam situasi belajar merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam proses belajar. Pengetahuan menciptakan penalaran kita, maemfokuskan perhatian kita, dan merupakan penopang untuk mengingat.
3)        Teori Perkembangan Kognitif
Pada teori ini anak diberi kesempatan untuk mengembangkan pikiran rasional anak. Proses kognitif merupakan media yang penting dalam menghubungkan lingkungan dengan perilaku anak. Pada teori perkembangan kognitif ada dua pandangan tahapan perkembangan kognitif.
Pertama, tahapan perkembangan pikiran piaget. Tahapan – tahapan piaget adalah tahap sensorik, tahap preoperasional, tahap operasional konkrit, dan tahap operasional formal. Tahap sensorik mengembangkan kemampuan untuk mengkoordinasikan sensasi dan persepsi dalam menghubungkan gerakan fisik dan perilakunya. Tahap preoperasional, kemampuan mental mulai dan kepercayaan dibangun. Tahap operasional kongkrit, tindakan mental diputarbalikkan berdasarkan objek yang real dan kongkrit. Tahap operasional formal, memungkinkan untuk mengembangkan kekuatan berpikir yang berwawasan kognitif baru dan sosial.
Kedua, tahapan perkembangan kognitif Vygotsky. Dalam teori ini menegaskan bahwa perkembangan kognitif anak tidak terjadi pada kehiodupan sosial yang bebas. Hubungan bahasa dan pikiran sangat penting dalam membentuk mental dan kognityif anak. Terdapat dua prinsip yang mempengaruhi hubungan bahasa dan pikiran, yaitu fungsi mental yang berasal dari lingkungan eksternal dan sosial, anak berkomunikasi secara eksternal menggunakan bahasa untuk sepanjang waktu sebelum mengalami masa transisi dari percakapan eksternal ke internal.
4)        Teori Pemrosesan Data
Teori Pemrosesan informasi berhubungan dengan proses persepsi, perhatian, ingatan, dan pikiran. Pendekatan teori pemrosesan data ini merupakan suatu kerangka untuk memahami bagaimana cara anak belajar dan berpikir. Kita perlu menganalisis bagaimana anak mendapatkan informasi, bagaimana menyimpan informasi, dan mengevaluasi informasi yang didapat anak untuk tujuan tertentu, seperti tes atau ujian.
Pada dasarnya perhatian dan ingatan diperlukan untuk memproses informasi. Dengan perhatian informasi yang diperoleh akan bertahan lama, sedangkan ingatan diperlukan dalam mengambil langkah, mengemukakan ide yang dipikrkan. Agar belajar dapat memperoleh hasil yang maksimal anak harus memegang informasi yang diperoleh dan mencari kembali informasi yang telah lama disimpan di memory anak tersebut.
Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda dalam pemrosesan informasi. Misalnya seseorang anak yang dapat begitu cepat menyesuaikan diri dalam ruang kelas, juga terhadap bidang akademik, sedangkan ada anak yang susah untuk menyesuaikan dirinya. gaya kognitif ditentukan tidak hanya perhatian anak pada tugas, organisasi dan strategi kognitif, melainkan kepribadian dan motivasi yang terdapat dalam siri masing – masing anak.
      D.    Proses Belajar
Menurut Wittiyg (1981) dalam bukunya Psikologi of Learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan :
1.    Acquistion (Tahap Perolehan/ Penerimaan Informasi)
Proses Acquastion dalam belajar merupakan proses yang paling mendasar dalam belajar. Pada tahap ini seorang siswa memperoleh informasi sebagai stimulus dan melakukan respon terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru. Pada tahap ini juga terjadi asimilasi antara pemahaman dengan perilaku baru dalam keseluruhan perilakunya.
2.    Storage (Tahap penyimpanan informasi)
Pada tingkat ini seorang siswa akan mengalamni proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquistion. Dalam tahap ini melibatkan fungsi shortterm dan longterm memori. Mengenai proses dan hubungan antar kedua memori tersebut akan dipaparkan oleh kelompok selanjutnya.
3.    Retrieval (Tahap mendapatkan kembali informasi)
Proses retrieval pada dasarnya adalah upaya atau upaya peristiwa mental dallam mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang tersimpan dalam memori berupa informasi, simbol, pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respon atau stimulus yang sedang dihadapi. Pada tahap ini seorang siswa akan mengaktifkna kembali fungsi-fungsi sistem memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah[3].

     E.     Cara Belajar yang Baik
Untuk menghasilkan hasil yang maksimal, kita memerlukan cara belajar yang sangat mendukung dalam proses belajar. Tanpa adanya cara ataupun metode yang baik, kita akan kesusahan dalam belajar. Untuk itu, agar mempermudah dalam proses belajar kita akan memaparkan sedikit cara belajar yang baik agar dapat sedikit membantu dalam proses belajar. Adapun cara belajar yang baik, yaitu :
      1.      Keadaan Jasmani
Belajar memerlukan tenaga, karena itu untuk mencapai hasil yang baik, diperlukan badan yang sehat. Anak yang sakit, yang kurang makan, kurang tidur tidak dapat belajar dengan efektif. Kekurangan itu harus ditiadakan terlebih dahulu, kemungkinan diperlukan bantuan dari dokter.
      2.      Keadaan Emosional dan Sosial
Anak yang merasa jiwanya tertekan yang selalu dalam keadaan takut akan kegagalan, yang mengalami keguncangan karena emosi-emosi yang kuat tidak dapat belajar efektif. Demikian pula, bila seorang anak tidak disukai oleh teman atau gurunya akan menemui kesulitan belajar.
      3.      Keadaan Lingkungan
Tempat belajar hendaknya tenang, jangan diganggu oleh perangsang-perangsang dari sekitar. Untuk belajar diperlukan konsentrasi pikiran. Belajar sambil mendengarkan radio tidak dapat dilakukan dengan penuh konsentrasi.
      4.      Menggunakan Waktu
Menggunakan waktu tidak berarti bekerja lama sampai habis tenaga, melainkan bekerja sungguh-sungguh dengan sepenuh tenaga dan perhatian untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu.
      5.      Belajar Keras Tidak Merusak
Belajar dengan penuh konsentrasi tidak merusak. Yang merusak ialah menggunakan waktu tidur untuk belajar. Mengurangi waktu istirahat akan merusak badan dan cara ini tidak tepat. Tiap orang perlu tidur selama 7 jam, sedangkan belajar sungguh-sungguh hanya memerlukan waktu 2-4 jam dalam sehari dan dapat memberi hasil yang memuaskan.

Daftar Pustaka

Arifin M.Ed, Drs. H.M, Psikologi Dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia, (Jakarta : Bulan Bintang) 1976
Nasution, M.A, Prof. Dr. S,  Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara )1995
Syah, M.Ed, Drs. Muhibbin, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya) 1995

[1] Drs. H.M. Arifin M.Ed, Psikologi Dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia, (Jakarta : Bulan Bintang) 1976 Hal. 197
[2] Prof. Dr. S. Nasution, M.A, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara )1995, Hal. 46
[3] Drs. Muhibbin Syah, M.Ed, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya) 1995. Hal. 112

Tidak ada komentar:

Posting Komentar