Catatan Kecil yang Penuh Makna

saya ucapkan ahlan-wa sahlan biqudumikum, welcome, selamat datang, wilujeng sumping, sugeng rawuh. Blog sederhana ini berisi pengetahuan dan sekelumit kisah hidup ane, so jangan bosan-bosan untuk mampir dan nongkrongin blog gw yak...

Senin, 15 Juli 2013

Teori Humanisme dan Implementasinya dalam Pembelajaran



Dalam dunia pendidikan terdapat dua komponen pokok yang harus jelas tentang keberadaanya, yaitu siswa dan guru. Suatu proses pembelajaran tidak akan berkembang jika hanya ada guru saja tanpa adanya murid, dan begitupula jika kebradaan murid dalam proses pembelajaran tanpa didampingi oleh gurunya maka tidak akan berkembang proses pendidikan tersebut. Kemudian tingkat kepribadian siswa yang bermacam-macam, ada yang baik, kasar, malas, pintar, manja, bodoh, nakal dan lain sebagainya merupakan isyarat bagi guru untuk dapat mendekati siswanya. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana keadaan psikologi siswa dalam proses pembelajaran harus dilakukan beberapa pendekatan. Sehingga setelah kita mengetahui kondisi psikologi peserta didik, kita selaku calon guru dapat mempersiapkan dan memilih metode yang tepat dalam menyampaikan suatu mata pelajaran ketika diberi kesempatan untuk terlibat dalam proses belajar mengajar. 

Dalam dunia pendidikan banyak dikenal beberapa teori pendidikan. Salah satunya yaitu teori humanistik yang fokus pembahasanya menitikberatkan kepada perilaku seseorang manusia. Pada hakikatnya teori ini berkembang dari aliran psikologi yang kemudian berpengaruh terhadap arah pengembangan teori, praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran humanistik. Oleh karena itu prespektif disiplin ilmu yang digunakan penulis dalam menyusun makalah ini ada dua macam, yaitu disiplin ilmu pendidikan dan psikologi.
Tulisan ini berjudul teori humanisme dan implementasinya dalam pembelajaran yang sengaja disusun oleh penulis agar dapat memberikan kontribusi khazanah keilmuan khususnya dalam dunia pendidikan. Selain itu penulis juga mengharapkan dengan adanya Tulisan ini dapat memberikan gambaran awal bagi para calon guru untuk mempersiapkan pembelajaran dengan sebaik mungkin sehingga kualitas pendidikan di tanah air ini dapat berkembang dan maju. 

      A.    Pengertian Teori Humanisme
Teori humanisme merupakan salah satu teori yang terdapat dalam teori-teori pendidikan dalam disiplin ilmu pendidikan. Sebelum membahas lebih jauh mengenai teori humanisme, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai teori pendidikan itu sendiri.
Teori pendidikan merupakan adalah suatu pandangan atau serangkaian pendapat ihwal pendidikan yang diidealkan yang disajikan dalam bentuk sebuah sistem konsep dan dalil (hukum)[1]. Menurut salah satu tokoh pendidikan, mudyaharjo (2002 : 26) menjelaskan bahwa teori pendidikan adalah sebuah pandangan atau serangkaian pendapat ihwal pendidikan yang disajikan dalam sebuah sistem konsep. Pendidikan sebagai sistem mengandung arti suatu kelompok tertentu yang setidaknya memiliki hubungan khusus secara timbal balik dan memiliki informasi. Selain itu teori pendidikan juga dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang makna dan bagaimana seyogyanya pendidikan itu dilaksanakan,sedangkan praktek adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara konkretnya (nyatanya)[2]. Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa teori pendidikan adalah serangkaian konstruk (konsep), definisi, asumsi dan proposisi tentang cara merubah sikap dan tingkah laku seseorang dalam rangka mewujudkan manusia yang adil dan beradab, selain itu didalam teori pendidikan memberi pedoman pada praktik pendidikan dan memiliki fungsi untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksi segala hal yang ada didalam pendidikan.
Adapun teori humanisme itu sendiri merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut[3]. Kemudian teori humanisme banyak mengadopsi prinsip-prinsip progresif dan mendapat stimulan dari eksistensialisme, yang mencakup keberpusatan pada anak, peran guru yang tidak otoritatif, pemfokusan pada subjek didik yang terlibat aktif, dan sisi-sisi pendidikan yang kooperatif dan demokratis[4].  Pada intinya fokus teori humanisme adalah perilaku seseorang. Selain itu teori belajar humanistik sifatnya sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses pembelajaran itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan dan bertujuan untuk memanusiakan manusia itu sendiri serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dalam artian memanusiakan manusia adalah perilaku tiap orang ditentukan oleh orang itu sendiri dan memahami manusia terhadap lingkungan dan dirinya sendiri.
Menurut para tokoh aliran ini penyusunan dan pemilihan materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Tujuan utama pendidik adalah membantu siswa mengembangkan dirinya yaitu membantu individu untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia secara utuh dan membantu mengembangkan potensi dan keterampilan mereka. Para ahli humanistikk melihat adanya dua bagian pada proses belajar yaitu proses pemerolehan informasi baru dan internalisasi informasi ini pada individu.

      B.     Sejarah timbulnya teori humanisme
Seperti yang telah dipaparka diatas bahwa teori humanisme dalam disiplin ilmu  pendidikan merupakan akar pengembangan dari ilmu psikologi. Oleh karena itu sejarah singkat timbulnya teori humanisme akan dipaparkan dari awal kemunculanya dala ilmu psikologi.
Pada akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru yang dipelopori oleh beberapa orang yang mengembangkan ilmu psikologi, diantaranya yaitu ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini berkembang dan kemudian dikenal sebagai psikologi humanistik. Psikologi ini berusaha untuk memahami prilaku seseorang dari sudut si pelaku (behavior), bukan dari pengamat (observer).
Dalam dunia pendidikan, aliran humanistik muncul pada tahun 1960 sampai dengan 1970-an dan kemudian perubahan-perubahan dan inivasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir pada abad 20 ini pun juga akan menuju pada arah ini[5].
Berikut ini pemaparan tokoh-tokoh yang sangat berperan beserta teori-teorinya sebagai kontribusi atas lahirnya teori humanisme.
1.        Arthur Combs (1912-1999)
Combs dan kawan-kawan menyatakan bahwa apabila kita ingin memahami perlaku orang lain maka kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Selanjutnya Combs dan kawn-kawanya mengatakan juga bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain halnya dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi unuk melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh guru itu. Apabila guru itu membeikan aktivitas yang lain , ada kemungkinan siswa akan memberikan reaksi yang positif.
2.        Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1)   Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
(2)   Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
3.        Carl Ransom Rogers
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
·      Kognitif (kebermaknaan)
·      Experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu[6].
4.        Kolb, dengan konsepnya tentang empat tahap belajar, yaitu pengalaman konkret, pengalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi aktif.
5.        Honey dan Mumford, menggolongkan siswa menjadi 4, yaitu aktifis, reflektor, teoris, dan pragmatis.
6.        Hubermas, membedakan 3 macam atau tipe belajar, yaitu belajar teknis, belajar praktis, dan belajar emansipatoris.
7.        Bloom dan Krathwohl, dengan 3 kawasan tujuan belajar, yaitu kognitif, psikomotor, dan efektf.
8.        Ausubel, walaupun termasuk juga kedalam aliran kognitifisme, ia terkenal dengan konsepnya belajar bermakna (meaningful learning)[7].

      C.    Orientasi teori humanisme
Berangkat dari disiplin ilmu psikologi, psikologi humanistik memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik.
Perhatian Psikologi Humanistik yang utama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik, penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Teori kepribadian humanistik direpresentasikan oleh teori kepribadian salah satu tokoh pelopor teori humanisme yaitu Maslow[8]. Ajaran-ajaran yang berkaitan dengan teori kepribadian humanistik adalah:
1.    Individu sebagai keseluruhan yang integral
Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistik adalah ajarannya bahwa manusia atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi. Maslow merasa bahwa para ahli psikologi di masa lalu maupun sekarang terlalu banyak membuang waktu untuk menganalisa kejadian-kejadian (tingkah laku) secara terpisah dan mengabaikan aspek-aspek dasar dari pribadi yang menyeluruh. Dalam perumpamaan umum, pernyataan Maslow ini bisa dinyatakan melalui ungkapan bahwa para ahli psikologi itu hanya mempelajari pohon-pohon, bukan hutan. Dalam teori maslow dengan prinsip holistiknya itu, motivasi mempengaruhi individu secara keseluruhan, dan bukan secara sebagian.
2.    Ketidak relevanan penyelidikan dengan hewan
Maslow dan para teoris kepribadian humanistik umumnya memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan hewan apa pun. Ia menganggap bahwa behaviorisme dengan filsafat yang menyertainya telah mendehumanisasikan manusia dengan memandangnya tak lebih dari mesin pengolah reflek-reflek berkondisi dan tak berkondisi. Maslow menegaskan bahwa peyelidikan dengan hewan tidak relevan bagi upaya memahami tingkah laku manusia karena hal itu mengabaikan cirri-ciri yang khas manusia seperti adanya gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa malu, cinta, semangat, humor, rasa seni, kecemburuan, dan sebagainya, dan dengan kesemua ciri yang dimilikinya itu manusia bisa menciptakan pengetahuan, puisi, musik, dan pekerjaan-pekerjaan khas manusia lainnya.
3.    Pembawa baik manusia
Psikologi humanistik memiliki anggapan, bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik, atau tepatnya netral. Menurut persepektif humanistik, kekuatan jahat atau merusak yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
4.    Potensi kreatif manusia
Potensi kreatif manusia merupakan potensi yang umum pada manusia, jika setiap orang memiliki kesempatan atau menghuni lingkungan yang menunjang, setiap orang dengan kreatifitasnya itu akan mampu mengungkapkan segenap potensi yang dimilikinya. Maslow mengingatkan bahwa, untuk menjadi kreatif seorang itu tidak perlu memiliki bakat atau kemampuan khusus. Kreativitas itu tidak lain adalah kekuatan yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya.
5.    Penekanan pada kesehatan psikologis
Psikologi humanistik memandang self-fulfillment sebagai tema yang utama dalam hidup manusia, suatu tema yang tidak akan ditemukan pada teori-teori lain yang berlandaskan studi atas individu-individu yang mengalami gangguan.
Dari pemaparan di atas dapat diambil benang merah bahwa orientasi teori humanistik adalah pengaktualisasian diri sesuai dengan peunjuk-petunjuk yang baik serta mampu mengembangkan potensi secara utuh, sehingga dapat bermakna dan berfungsi bagi kehidupan dirinya dan lingkungannya. 

      D.    Kekurangan dan kelebihan teori humanisme
Ada pepatah mengatakan bahwa “segala sesuatu itu memiliki kekurangan dan kelebihan”. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa tidak ada makhluk ciptaan tuhan yang sempurna. Begitu pula dengan teori pendidikan, ada beberapa kekurangan dan kelebihan yang saling melengkapi satu sama lainya. Menurut hemat penulis ada beberapa kelebihan dalam teori humanisme yaitu :
1)        Teori humanisme lebih cocok untuk diterapkan dalam materi pelajaran yang bersifat pembentukan karakter.
2)        Teori ini dinyatakan berhasil apabila siswa bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Contoh kongkritnya siswa bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
3)        Teori ini mengharapkan siswa untuk menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
4)        Teori ini mendorong guru untuk dapat lebih mengenali peserta didiknya
5)        Teori ini memberikan dampak yang signifikan terhadap proses perkembangan anak dilihat dari sisi kepribadianya
6)         Teori ini lebih mengedepankan aspek memanusiakan manusia dan pembentukan karakter.
Adapun kekurangan teori humanisme adalah sebagai berikut:
1)        Siswa yang tidak menyadari dan memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
2)        Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.
3)        Proses pembelajaran lebih difokuskan kepada pengembangan potensi yang dimiliki siswa, sehingga pengembangan intelektual siswa tidak terasah.

      E.     Implementasi teori humanisme dalam pembelajaran
Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus dapat menentukan langkah-langkah pembelajaran yang mengacu pada aspek tersebut. Adapun contoh langkah kongkrit yang bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh guru adalah :
1.      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2.      Menentukan materi pelajaran.
3.      Mengidentifikasi kemampuan awal siswa.
4.      Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri dalam proses pembelajaran.
Kemudian implementasi dari teori humanisme dalam pembelajaran itu dapat kita lihat dengan beberapa model pembelajaran yang telah digunakan pada beberapa lembaga pendidikan. Dalam makalah ini penulis hanya memaparkan tiga model pembelajaran yang berkaitan dengan implementasi teori humanisme, yaitu Confluent Education, Open Education dan Cooperative Learning.
1)   Confluent Education
Confluent Education adalah pendidikan yang memadukan atau mempertemukan pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif di dalam kelas. Hal ini merupakan cara yang bagus sekali untuk melibatkan para siswa secara pribadi di dalam bahan pelajaran.
Sebagai contoh misalnya, guru bahasa Arab memberikan tugas kepada para siswa untuk membaca sebuah Qishoh yang berjudul “Abu Nawas”. Melalui tugas itu, siswa-siswa tidak hanya diharapkan memahami isi bacaan tersebut dengan baik tetapi juga memperoleh kesadaran antar pribadi yang lebih baik dengan jalan guru membahas nilai-nilai yang terkandung dalam qishoh tersebut. Sehingga siswa tahu bagaimana seharusnya bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
2)   Open Education
Open Education adalah proses pendidikan terbuka. Menurut Walberg dan Tomas(1972), Open Education itu memiliki delapan kriteria, yaitu:
a)      Kemudahan belajar tersedia, artinya berbagai macam bahan yang diperlukan untuk belajar tersedia, para siswa bergerak bebas di sekitar ruangan, tidak dilarang berbicara, tidak ada pengelompokkan atas dasar tingkat kecerdasan.
b)      Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat, artinya menggunakan bahan buatan siswa, guru menangani masalah-masalah tingkah laku dengan jalan berkomunikasi secara pribadi dengan siswa yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok.
a)      Mendiagnosa pristiwa-pristiwa belajar, artinya siswa-siswa memerikasa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
b)      Pengajaran, yaitu pengajaran individual, tidak ada tes ataupun buku kerja.
c)      Penilaian, ujudnya: guru membuat catatan, penilaian secara individual, hanya sedikit sekali diadakan tes formal.
d)     Mencari kesempatan untuk pertumbuhan profesional, artinya guru menggunakan bantuan orang lain, guru bekarja dengan teman sekerjanya.
e)      Persepsi guru sendiri, artinya guru mengamati semua siswa untuk memantau kegiatan mereka.
f)       Asumsi tentang para siswa dan proses belajar, artinya suasana kelas hangat dan ramah, para siswa asyik melakukan sesuatu.
g)      Meskipun pendidikan terbuka memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bergerak secara bebas de sekitar ruangan dan memilih aktifitas belajar mereka sendiri, namun bimbingan guru tetap diperlukan.
3)   Cooperative Learning
Cooperative Learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk menigkatkan dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin (1980) Cooperative Learning mempunyai tiga karakteristik:
1. Siswa bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), komposisi ini tetap selama berminggu-minggu.
2. Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.
3. Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.

Adapun teknik Cooperative Learning itu ada empat macam, yaitu:
1.    Team-Games-Tournament.
Dalam teknik ini siswa yang kemampuan dan jenis kelaminnya berbeda-beda disatukan dalam tim yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota. Setelah guru menyajikan bahan, tim lalu mengerjakan lembaran-lembaran kerja, saling mengajukan pertanyaan, dan belajar bersama untuk persiapan menghadapi turnamen atau pertandingan, yang biasanya diselenggaran sekali seminggu. Dalam turnamen itu ditentukan beranggotakan tiga orang siswa untuk bertanding melawan siswa-siswa yang kemampuannya serupa (atas dasar hasil minggu sebelumnya). Hasilnya siswa-siswa yang prestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh poin bagi timnya sebagai siswa yang berprestasi paling tinggi.
2.    Student Teams-achievement Divisions.
Teknik ini juga menggunakan tim yang terdiri dari empat sampai lima anggota tetapi kegiatan turnamen diganti dengan saling bertanya selama lima belas menit, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terlebih dahulu disusun oleh tim, skor-skor yang tertinggi memperoleh poin lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah, kecuali itu juga digunakan “skor perbaikan”.
3.    Jigsaw.
Dalam teknik ini siswa dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen. Bahan pelajaran dibagikan kepada anggota-anggota tim, kemudian siswa-siswa tersebut mempelajari bagian mereka masing-masing bersama-sama dengan anggota-anggota dari tim lain yang memiliki bahan yang sama. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya masing-masing dan mengajarkan bagian-bagian yang telah dipelajari bersama-sama dengan anggota tim lain itu kepada anggota-anggota timnya sendiri. Akhirnya, semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan pelajaran.
Sebagai contoh misalnya guru menetapkan tujuan yang menuntut para siswa mempelajari qira’ah. Guru kemudian membagikan bahan tersebut menjadi empat atau lima bagian terganting pada banyaknya anggota tim. Kemudian para siswa belajar bersama-sama dengan anggota tim lain yang menerima bahan yang sama. Setelah itu mereka kembali dan mengajarkannya pada anggota timnya sendiri. Tujuannya adalah agar setiap tim mempelajarai seluruh bahan qirah’ah.
4.    Group Investigation.
Group Investigation adalah teknik dimana siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil untuk menangani berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok membagi-bagi tugas tersebut menjadi sub topik-sub topik, kemudian setiap anggota kelompok melakukan kegiatan-kegiatan meneliti yang diperlukan untuk mecapai tujuan kelompok. Setelah itu setiap kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas. Dalam metode ini, hadiah atau poin tidak diberikan.
Demikianlah sekilas tentang keempat teknik Cooperative Learning itu. Menurut hemat penulis, ternyata Cooperative Learning itu pada umumnya mempunyai efek positif terhadap prestasi akademik. Keberhasilan Cooperative Learning bergantung pada kemampuan siswa berinteraksi di dalam kelompok.
 
DAFTAR PUSTAKA
Sukmadinata, Prof DR Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya
Ahmad, Drs H Zainal Arifin, Handout Ilmu Pendidikan, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Website :



[1] Handout Ilmu Pendidikan, Zainal Arifin, FTK.prodi bahasa arab, hal 15
[4] Ibid, hal 22

5 komentar:

  1. Terimakasih.sangat bermanfaat untuk dipelajari
    My blog

    BalasHapus
  2. trima kasih,sangat bermanfaat sekali
    http://http%3A%2F%2Fblog.binadarma.ac.id%2Fherisuroyo%2F.wordpress.com

    BalasHapus
  3. TERIMA KASIH ILMUNYA KAK

    http://http%3A%2F%2Fblog.binadarma.ac.id%2Firman_effendy.wordpress.com

    BalasHapus