Catatan Kecil yang Penuh Makna

saya ucapkan ahlan-wa sahlan biqudumikum, welcome, selamat datang, wilujeng sumping, sugeng rawuh. Blog sederhana ini berisi pengetahuan dan sekelumit kisah hidup ane, so jangan bosan-bosan untuk mampir dan nongkrongin blog gw yak...

Jumat, 09 Mei 2014

Pluralisme



Dewasa ini, banyak sekali aliran-aliran pemahaman tentang keagamaan yang mungkin masyarakat awam kurang mengenalinya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menerima dengan mudah terhadap paham yang ada dalam aliran tersebut, sehingga mengakibatkan timbul banyak hal yang negatif dalam masyarakat itu sendiri, yang pada akhirnya dapat memecah belah persatuan dan kesatuan negara kita sendiri.

Pengertian Pluralisme
   Pluralisme menurut Anis Malik Thoha dalam bahasa inggris mempunyai 3 pengertian ;
1.    Pengertian Kegerejaan : sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu jabatan struktur  kegerejaan, baik itu semua bersifat kegerejaan maupun yang bersifat non kegerejaan.
2.  Pengertian Filosofis : system pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran yang mendasarkan lebih dari satu.
3.      Pengertian Sosio-politis : adalah suatu system yang mengakui koeksistensi keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku, aliran maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat karakteristik diantara kelompok-kelompok tersebut.
     Adapun Pluralisme menurut Josh McDowell ada 2 macam;
1.  Pluralisme Tradisional (social-pluralism) yang kini disebut”negative tolerance”: menghormati keimanan dan praktik ibadah pihak lain tanpa ikut serta bersama mereka.
2.     Pluralisme Baru (religious pluralism) disebut dengan “positive tolerance”: setiap keimanan, nilai, gaya hidup, dan klaim kebenaran dari setiap individu, adalah sama (equal).
Dan Pluralisme menurut MUI yaitu sebagai suatu paham yang mengajarkan semua agama adalah sama, dan karenanya kebenaran agama adalah relative. Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar, sedangkan agama yang lain salah. Pluralism juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan disurga.  
Menurut Nurcholis Madjid dan Adian Husaini dalam Majalah Media Dakwah edisi no. 358 2005 menyatakan bahwa pluralism agama adalah istilah khas dalam theology. Dia mengelompokan ada 3 sikap dialog agama yang dapat diambil, yaitu :
1.      Sikap eksklusif dalam melihat agama lain (agama-agama yang lain adalah jalan yang salah, yang menyesatkan bagi pengikutnya).
2.      Sikap Inklusif (agama-agama lain adalah untuk inplisit agama kita)
            Menurut John Hick, pluralisme agama adalah, “ Pandangan bahwa agama agama besar memiliki persepsi dan konsepsi tentang, dan secara bertepatan merupakan respon yang beragam terhadap Sang Wujud atau Sang Paripurna dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi; dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan-diri menuju pemusatan-Hakikat terjadi secara nyata hingga pada batas yang sama”. John Hick juga menyatakan diantara prinsip pluralisme yaitu bahwa agama-agama lain adalah sama sama benar menujur kebenaran yang sama. (Makalah, Muhammad Nurdin Salim, Telaah Kritis Pluralisme Agama)
            Jadi, Pluralisme adalah keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya). Sedangkan pluralisme agama adalah semua agama dianggap benar, lain halnnya dengan pluralitas yang menganggap semua agam itu ada.

Realitas Pluralisme Dalam Kehidupan
Dalam masyarakat plural setiap orang bebas bergabung dengan yang lainnya tanpa ada hal yang mengikat untuk menghalangi hak seseorang bergabung dengan suatu kelompok atau orang tertentu dalam baik dari sisi agama, bahasa, ras dan lain sebagainya. Bahkan dalam perspektif islam, Allah SWT memerintahkan umat manusia untuk menjadikan perbedaan sebagai media atau wahana berkomunikasi antar sesama agar saling mengenal, dalam surat Al-Hujurat 13. Yang artinya sebagai berikut : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwasanya tinggi rendahnya manusia dihadapan Allah SWT tidak ditentukan oleh adanya perbedaan dan pluralitas, tetapi oleh kadar ketaqwaan.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Pluralisme adalah sebuah fenomena yang membahayakan.
Bahaya pertama adalah penghapusan identitas-identitas agama. Dalam kasus Islam, misalnya, Barat berupaya ‘mempreteli’ identitas Islam. Ambil contoh, jihad yang secara syar’i bermakna perang melawan orang-orang kafir yang menjadi penghalang dakwah dikebiri sebatas upaya bersungguh-sungguh. Pemakaian hijab (jilbab) oleh Muslimah dalam kehidupan umum dihalangi demi “menjaga wilayah publik yang sekular dari campur tangan agama.” Lebih jauh, penegakan syariah Islam dalam negara pun pada akhirnya terus dicegah karena dianggap bisa mengancam pluralisme. Ringkasnya, pluralisme agama menegaskan adanya sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Bahaya lain pluralisme agama adalah munculnya agama-agama baru yang diramu dari berbagai agama yang ada. Munculnya sejumlah aliran sesat di Tanah Air seperti Ahmadiyah pimpinan Mirza Ghulam Ahmad, Jamaah Salamullah pimpinan Lia Eden, al-Qiyadah al-Islamiyah pimpinan Ahmad Mosadeq, dll adalah beberapa contohnya. Lalu dengan alasan pluralisme pula, pendukung pluralisme agama menolak pelarangan terhadap berbagai aliran tersebut, meski itu berarti penodaan terhadap Islam. Karena itu, wajar jika KH Kholil Ahmad, Pengasuh Pondok Pesantren Gunung Jati Pamekasan Jawa Timur, menilai pluralisme agama yang diusung Gus Dur berbahaya bagi umat Islam (Tempointeraktif.com, 30/12/2009). Bahaya lainnya, pluralisme agama tidak bisa dilepaskan dari agenda penjajahan Barat melalui isu globalisasi. Globalisasi merupakan upaya penjajah Barat untuk mengglobalkan nilai-nilai Kapitalismenya, termasuk di dalamnya gagasan “agama baru” yang bernama pluralisme agama. Karena itu, jika kita menerima pluralisme agama berarti kita harus siap menerima Kapitalisme itu sendiri

 Hubungan Antar Agama dalam Kehidupan yang Majemuk 
Agama menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya disintegrasi. Marx mengatakan bahwa analisis konflik menggarisbawahi peran agama dalam menciptakan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Namun, sesuai dengan ketentuan hak asasi, agama adalah sebuah kebebasan bagi pemeluknya untuk menentukan keyakinan dan kepercayaannya. Berbicara mengenai HAM, berarti membicarakan hal yang terkait dengan kebutuhan biologis (sandang, papan, pangan) dan juga terpenuhinya kebutuhan mental spiritual (rohani), yaitu kepercayaan atau agama.
Agama terkait dengan keyakinan, yang mana keyakinan ini sangat dijunjung tinggi dan dijaga oleh penganutnya. Seseorang dijadikan pemeluk agama yang sama dengan orang tuanya sejak lahir. Sosialisasi terhadap agama mencakup nilai-nilai, aturan, tata cara, upacara/ritual dan sebagainya yang harus dituruti. Dalam kelompok agama tersebut, kesucian agama dipegang oleh suatu kekuasaan otoritas yang dimiliki oleh pemuka-pemuka agama (ulama atau paus), yang terkadang perkataan (fatwa) dari para pemuka agama ini tidak terbantahkan dan diikuti oleh semua penganutnya. Selain itu adanya perkawinan antara agama dengan negara sehingga agama memiliki kekuasaan yang besar (contohnya pada negara-negara yang memiliki agama mayoritas, seperti Indonesia. Atau daerah yang memiliki agama mayoritas, seperti Islam di Aceh, atau Kristen di Papua).
Penanaman tentang agama ini dimulai sejak lahir dan anak-anak, melalui jalur sistem pendidikan nasional. Norma dan aturan agama tersebut sudah menjadi hal yang lumrah dalam pola pikr masyarakat umumnya. Hal inilah kemudian yang dapat memicu konflik apabila sedikit saja ada gerakan yang menentang arus dari norma dan aturan-aturan tersebut. Konflik ini kemudian mengarah kepada tindakan kekerasan kepada kelompok-kelompok tertentu yang dianggap menyimpang atau melanggar norma agama yang telah berlaku di suatu masyarakat. Hal itu bisa kita lihat contoh pada kasus pengusiran warga terhadap tokoh aliran Salafi di Lombok Barat, pada tanggal 12 Mei 2008, disebabkan perbedaan pandangan atau praktik keagamaan.
Pengaruh dominasi juga menjadi penting dalam masalah ini. Terkadang di suatu daerah yang bermayoritas memeluk agama tertentu akan menekan kelompok minoritas yang memeluk agama lain. Ketentuan perundang-undangan dan aturan serta norma dilandaskan pada ketentuan dan norma agama yang dominan di daerah itu. Contohnya di Aceh yang menerapkan hukum Islam. Kemudian, tekanan terhadap kaum minoritas ini juga mengungkung kebebasan mereka untuk menjalankan ibadah. Kelompok yang memeluk agama mayoritas merasa terganggu apabila ada kelompok minoritas yang menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan mereka, apalagi berencana untuk membangun tempat ibadah. Situasi seperti ini juga dapat menyulut tindak kekerasan, contohnya pengrusakan komlpeks Pura Sengkareng di Lombok Barat, pada tanggal 16 Januari 2008.

Pandangan Islam terhadap Pluralisme

Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa di sisi Allah[1].”
Ayat ini menerangkan bahwa Islam mengakui keberadaan dan keragaman suku dan bangsa serta identitas-identitas agama selain Islam (pluralitas), namun sama sekali tidak mengakui kebenaran agama-agama tersebut (pluralisme). Allah SWT juga berfirman:

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ

Mereka menyembah selain Allah tanpa keterangan yang diturunkan Allah. Mereka tidak memiliki ilmu dan tidaklah orang-orang zalim itu mempunyai pembela[2].”
Ayat ini menegaskan bahwa agama-agama selain Islam itu sesungguhnya menyembah kepada selain Allah SWT. Lalu bagaimana bisa dinyatakan, bahwa Islam mengakui ide pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama-sama benarnya dan menyembah kepada Tuhan yang sama?
Dalam ayat yang lain, Allah SWT menegaskan:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam[3].”
Allah SWT pun menolak siapa saja yang memeluk agama selain Islam (QS Ali Imran [3]: 85); menolak klaim kebenaran semua agama selain Islam, baik Yahudi dan Nasrani, ataupun agama-agama lainnya (QS at-Taubah [9]: 30, 31); serta memandang mereka sebagai orang-orang kafir (QS al-Maidah [5]: 72). Karena itu, yang perlu dilakukan umat Islam sesungguhnya bukan menyerukan pluralisme agama apalagi dialog antaragama untuk mencari titik temu dan kesamaan. Masalahnya, mana mungkin Islam yang mengajarkan tauhid (QS 5: 73-77; QS 19: 88-92; QS 112: 1-4) disamakan dengan Kristen yang mengakui Yesus sebagai anak Tuhan ataupun disamakan dengan agama Yahudi yang mengklaim Uzair juga sebagai anak Tuhan?! Apalagi Islam disamaratakan dengan agama-agama lain? Benar, bahwa eksistensi agama-agama tersebut diakui, tetapi tidak berarti dianggap benar. Artinya, mereka dibiarkan hidup dan pemeluknya bebas beribadah, makan, berpakaian, dan menikah dengan tatacara agama mereka. Tetapi, tidak berarti diakui benar. Untuk umat islam Indonesia, MUI telah jelas jelas mengharamkan pluralisme agama, sebuah pemikiran yang, jika coba mengambil kesimpulan dari The Lost Symbol-nya Dan Brown, merupakan salah satu dasar perjuangan kaum Freemasonry untuk membentuk tata dunia baru tanpa “sekat sekat” agama.
Pluralisme dan ajaran pluralisme agama bukanlah hal sederhana yang bisa dipermainkan seenaknya. Konsekwensi dari paham ini adalah tereduksinya akidah seorang muslim yang bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, al Qur’an adalah Firman Allah yang diturunkannya kepada Muhamad SAW dan disampaikannya (Muhammad SAW) kepada para sahabat tanpa penambahan ataupun pengurangan sedikitpun.
            Adapun sikap kita sebagai muslim harus dapat menghargai adanya perbedaan masing-masing anggota masyarakat. Karena perbedaan dipandang sebagai hak fundamental dari setiap anggota masyarakat. Dan sudah waktunya kita untuk menyadari dengan tulus tentang adanya pluralitas, sehingga dapat menjauhi dari setiap tindakan yang muncul baik yang terang-terangan maupun yang diam-diam, untuk menolak adanya perbedaan dan pluralitas, dengan memanfaatkan untuk mempertajam konflik dalam masyarakat yang majemuk. Karena, tindakan semacam itu sesungguhnya hanya akan menghancurkan diri kita sendiri.[4]

KESIMPULAN
  Jadi dalam menghadapi isu mengenai pluralisme hendaknya kita menumbuhkan sikap toleransi antar sesama pemeluk agama sesuai dengan batasan agama masing-masing. Sesuai dengan makna dari pluralisme agama yang kita bahas diatas tadi, yaitu semua agama dianggap benar dalam konteks kehidupan sosial antar manusia. Sedangkan dalam konteks pluralisme keagamaan, kita menganggap semua agama dianggap benar disini berarti membenarkan agama yang kita anut dalam hal peribadahan, bukan berarti membenarkan agama lain.


[1] (QS al-Hujurat [49]: 13).
[2] (QS al-Hajj:67-71).
[3] (QS Ali Imran [3]: 19).
[4] Pengantar Studi Islam, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar