Dalam dunia pendidikan
terdapat dua komponen pokok yang harus jelas tentang keberadaanya, yaitu siswa
dan guru. Suatu proses pembelajaran tidak akan berkembang jika hanya ada guru
saja tanpa adanya murid, dan begitupula jika kebradaan murid dalam proses
pembelajaran tanpa didampingi oleh gurunya maka tidak akan berkembang proses
pendidikan tersebut. Kemudian tingkat
kepribadian siswa yang bermacam-macam, ada yang baik, kasar, malas, pintar,
manja, bodoh, nakal dan lain sebagainya merupakan isyarat bagi guru untuk dapat
mendekati siswanya. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana
keadaan psikologi siswa dalam proses pembelajaran harus dilakukan beberapa
pendekatan. Sehingga setelah kita mengetahui kondisi psikologi peserta didik, kita
selaku calon guru dapat mempersiapkan dan memilih metode yang tepat dalam
menyampaikan suatu mata pelajaran ketika diberi kesempatan untuk terlibat dalam
proses belajar mengajar.
Dalam dunia
pendidikan banyak dikenal beberapa teori pendidikan. Salah satunya yaitu teori
humanistik yang fokus pembahasanya menitikberatkan kepada perilaku seseorang
manusia. Pada hakikatnya teori
ini berkembang dari aliran psikologi yang kemudian berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori, praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran humanistik. Oleh karena itu prespektif disiplin ilmu yang digunakan
penulis dalam menyusun makalah ini ada dua macam, yaitu disiplin ilmu
pendidikan dan psikologi.
Tulisan ini berjudul teori
humanisme dan implementasinya dalam pembelajaran yang sengaja disusun oleh
penulis agar dapat memberikan kontribusi khazanah keilmuan khususnya dalam
dunia pendidikan. Selain itu penulis juga mengharapkan dengan adanya Tulisan
ini dapat memberikan gambaran awal bagi para calon guru untuk mempersiapkan pembelajaran
dengan sebaik mungkin sehingga kualitas pendidikan di tanah air ini dapat
berkembang dan maju.
A.
Pengertian
Teori Humanisme
Teori
humanisme merupakan salah satu teori yang terdapat dalam teori-teori pendidikan
dalam disiplin ilmu pendidikan. Sebelum membahas lebih jauh mengenai teori humanisme,
perlu dipahami terlebih dahulu mengenai teori pendidikan itu sendiri.
Teori
pendidikan merupakan adalah suatu pandangan
atau serangkaian pendapat ihwal pendidikan yang diidealkan yang disajikan dalam
bentuk sebuah sistem konsep dan dalil (hukum)[1].
Menurut salah satu tokoh pendidikan, mudyaharjo (2002 : 26) menjelaskan bahwa
teori pendidikan adalah sebuah pandangan atau serangkaian pendapat ihwal
pendidikan yang disajikan dalam sebuah sistem konsep. Pendidikan sebagai sistem
mengandung arti suatu kelompok tertentu yang setidaknya memiliki hubungan
khusus secara timbal balik dan memiliki informasi. Selain itu teori pendidikan
juga dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang makna dan bagaimana seyogyanya
pendidikan itu dilaksanakan,sedangkan praktek adalah tentang pelaksanaan
pendidikan secara konkretnya (nyatanya)[2].
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa teori
pendidikan adalah serangkaian konstruk (konsep), definisi, asumsi dan proposisi
tentang cara merubah sikap dan tingkah laku seseorang dalam rangka mewujudkan
manusia yang adil dan beradab, selain itu didalam teori pendidikan memberi
pedoman pada praktik pendidikan dan memiliki fungsi untuk mendeskripsikan,
menjelaskan dan memprediksi segala hal yang ada didalam pendidikan.
Adapun teori humanisme itu sendiri merupakan konsep belajar yang
lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi
manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut[3].
Kemudian teori humanisme banyak mengadopsi prinsip-prinsip progresif dan mendapat
stimulan dari eksistensialisme, yang mencakup keberpusatan pada anak, peran
guru yang tidak otoritatif, pemfokusan pada subjek didik yang terlibat aktif,
dan sisi-sisi pendidikan yang kooperatif dan demokratis[4].
Pada intinya fokus teori humanisme
adalah perilaku seseorang. Selain itu teori belajar humanistik sifatnya sangat
mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses pembelajaran itu sendiri.
Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan dan bertujuan untuk memanusiakan manusia
itu sendiri serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Dalam artian memanusiakan manusia adalah perilaku tiap orang ditentukan oleh
orang itu sendiri dan memahami manusia terhadap lingkungan dan dirinya sendiri.
Menurut para tokoh aliran ini penyusunan dan pemilihan materi
pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Tujuan utama
pendidik adalah membantu siswa mengembangkan dirinya yaitu membantu individu
untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia secara utuh dan membantu
mengembangkan potensi dan keterampilan mereka. Para ahli humanistikk melihat
adanya dua bagian pada proses belajar yaitu proses pemerolehan informasi baru
dan internalisasi informasi ini pada individu.
B.
Sejarah timbulnya teori humanisme
Seperti yang
telah dipaparka diatas bahwa teori humanisme dalam disiplin ilmu pendidikan merupakan akar pengembangan dari
ilmu psikologi. Oleh karena itu sejarah singkat timbulnya teori humanisme akan
dipaparkan dari awal kemunculanya dala ilmu psikologi.
Pada akhir
tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru yang dipelopori oleh
beberapa orang yang mengembangkan ilmu psikologi, diantaranya yaitu ahli-ahli
psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini berkembang
dan kemudian dikenal sebagai psikologi humanistik. Psikologi ini berusaha untuk
memahami prilaku seseorang dari sudut si pelaku (behavior), bukan dari pengamat
(observer).
Dalam dunia
pendidikan, aliran humanistik muncul pada tahun 1960 sampai dengan 1970-an dan
kemudian perubahan-perubahan dan inivasi yang terjadi selama dua dekade yang
terakhir pada abad 20 ini pun juga akan menuju pada arah ini[5].
Berikut ini
pemaparan tokoh-tokoh yang sangat berperan beserta teori-teorinya sebagai
kontribusi atas lahirnya teori humanisme.
1.
Arthur Combs
(1912-1999)
Combs dan
kawan-kawan menyatakan bahwa apabila kita ingin memahami perlaku orang lain maka
kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Selanjutnya Combs dan
kawn-kawanya mengatakan juga bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain
halnya dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak
mempunyai motivasi unuk melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti bahwa siswa
itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh guru
itu. Apabila guru itu membeikan aktivitas yang lain , ada kemungkinan siswa
akan memberikan reaksi yang positif.
2.
Abraham Maslow
Teori Maslow
didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
(2) Kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu.
Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai
implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar
anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin
berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
3.
Carl Ransom Rogers
Rogers
membedakan dua tipe belajar, yaitu:
· Kognitif (kebermaknaan)
· Experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru
menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti
memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential
Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas
belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal,
berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada
siswa.
Belajar yang
paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu[6].
4.
Kolb, dengan
konsepnya tentang empat tahap belajar, yaitu pengalaman konkret, pengalaman
aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi aktif.
5.
Honey dan
Mumford, menggolongkan siswa menjadi 4, yaitu aktifis, reflektor, teoris, dan
pragmatis.
6.
Hubermas,
membedakan 3 macam atau tipe belajar, yaitu belajar teknis, belajar praktis,
dan belajar emansipatoris.
7.
Bloom dan
Krathwohl, dengan 3 kawasan tujuan belajar, yaitu kognitif, psikomotor, dan
efektf.
8.
Ausubel,
walaupun termasuk juga kedalam aliran kognitifisme, ia terkenal dengan
konsepnya belajar bermakna (meaningful learning)[7].
C.
Orientasi
teori humanisme
Berangkat dari
disiplin ilmu psikologi, psikologi humanistik memberikan sumbangannya bagi
pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik
(humanistic keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek
emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam
model pendidikan humanistik.
Perhatian
Psikologi Humanistik yang utama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap
individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka
hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik
aliran humanistik, penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai
dengan perasaan dan perhatian siswa.
Teori kepribadian
humanistik direpresentasikan oleh teori kepribadian salah satu tokoh pelopor
teori humanisme yaitu Maslow[8]. Ajaran-ajaran
yang berkaitan dengan teori kepribadian humanistik adalah:
1. Individu sebagai keseluruhan yang integral
Salah satu
aspek yang fundamental dari psikologi humanistik adalah ajarannya bahwa manusia
atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan
terorganisasi. Maslow merasa bahwa para ahli psikologi di masa lalu maupun
sekarang terlalu banyak membuang waktu untuk menganalisa kejadian-kejadian
(tingkah laku) secara terpisah dan mengabaikan aspek-aspek dasar dari pribadi
yang menyeluruh. Dalam perumpamaan umum, pernyataan Maslow ini bisa dinyatakan
melalui ungkapan bahwa para ahli psikologi itu hanya mempelajari pohon-pohon,
bukan hutan. Dalam teori maslow dengan prinsip holistiknya itu, motivasi
mempengaruhi individu secara keseluruhan, dan bukan secara sebagian.
2. Ketidak relevanan penyelidikan dengan hewan
Maslow dan
para teoris kepribadian humanistik umumnya memandang manusia sebagai makhluk
yang berbeda dengan hewan apa pun. Ia menganggap bahwa behaviorisme dengan
filsafat yang menyertainya telah mendehumanisasikan manusia dengan memandangnya
tak lebih dari mesin pengolah reflek-reflek berkondisi dan tak berkondisi.
Maslow menegaskan bahwa peyelidikan dengan hewan tidak relevan bagi upaya
memahami tingkah laku manusia karena hal itu mengabaikan cirri-ciri yang khas
manusia seperti adanya gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa malu, cinta,
semangat, humor, rasa seni, kecemburuan, dan sebagainya, dan dengan kesemua
ciri yang dimilikinya itu manusia bisa menciptakan pengetahuan, puisi, musik,
dan pekerjaan-pekerjaan khas manusia lainnya.
3. Pembawa baik manusia
Psikologi
humanistik memiliki anggapan, bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik, atau
tepatnya netral. Menurut persepektif humanistik, kekuatan jahat atau merusak
yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk, dan bukan
merupakan bawaan.
4. Potensi kreatif manusia
Potensi
kreatif manusia merupakan potensi yang umum pada manusia, jika setiap orang
memiliki kesempatan atau menghuni lingkungan yang menunjang, setiap orang
dengan kreatifitasnya itu akan mampu mengungkapkan segenap potensi yang
dimilikinya. Maslow mengingatkan bahwa, untuk menjadi kreatif seorang itu tidak
perlu memiliki bakat atau kemampuan khusus. Kreativitas itu tidak lain adalah
kekuatan yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya.
5. Penekanan pada kesehatan psikologis
Psikologi
humanistik memandang self-fulfillment sebagai tema yang utama dalam hidup
manusia, suatu tema yang tidak akan ditemukan pada teori-teori lain yang
berlandaskan studi atas individu-individu yang mengalami gangguan.
Dari pemaparan
di atas dapat diambil benang merah bahwa orientasi teori humanistik adalah pengaktualisasian
diri sesuai dengan peunjuk-petunjuk yang baik serta mampu mengembangkan potensi
secara utuh, sehingga dapat bermakna dan berfungsi bagi kehidupan dirinya dan
lingkungannya.
D.
Kekurangan dan
kelebihan teori humanisme
Ada pepatah
mengatakan bahwa “segala sesuatu itu memiliki kekurangan dan kelebihan”. Hal
tersebut mengisyaratkan bahwa tidak ada makhluk ciptaan tuhan yang sempurna. Begitu
pula dengan teori pendidikan, ada beberapa kekurangan dan kelebihan yang saling
melengkapi satu sama lainya. Menurut hemat penulis ada beberapa kelebihan dalam
teori humanisme yaitu :
1)
Teori
humanisme lebih cocok untuk diterapkan dalam materi pelajaran yang bersifat
pembentukan karakter.
2)
Teori ini
dinyatakan berhasil apabila siswa bersemangat dalam mengikuti proses
pembelajaran. Contoh kongkritnya siswa bergairah, berinisiatif dalam belajar
dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
3)
Teori ini mengharapkan
siswa untuk menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain
dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi
hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang
berlaku.
4)
Teori ini
mendorong guru untuk dapat lebih mengenali peserta didiknya
5)
Teori ini
memberikan dampak yang signifikan terhadap proses perkembangan anak dilihat
dari sisi kepribadianya
6)
Teori ini lebih mengedepankan aspek
memanusiakan manusia dan pembentukan karakter.
Adapun
kekurangan teori humanisme adalah sebagai berikut:
1)
Siswa yang
tidak menyadari dan memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses
belajar.
2)
Siswa yang
tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.
3)
Proses
pembelajaran lebih difokuskan kepada pengembangan potensi yang dimiliki siswa,
sehingga pengembangan intelektual siswa tidak terasah.
E.
Implementasi
teori humanisme dalam pembelajaran
Aplikasi teori
humanisme dalam pembelajaran cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir
induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus dapat menentukan
langkah-langkah pembelajaran yang mengacu pada aspek tersebut. Adapun contoh
langkah kongkrit yang bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh guru adalah :
1.
Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran.
2.
Menentukan
materi pelajaran.
3.
Mengidentifikasi
kemampuan awal siswa.
4.
Mengidentifikasi
topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri
dalam proses pembelajaran.
Kemudian implementasi
dari teori humanisme dalam pembelajaran itu dapat kita lihat dengan beberapa
model pembelajaran yang telah digunakan pada beberapa lembaga pendidikan. Dalam
makalah ini penulis hanya memaparkan tiga model pembelajaran yang berkaitan
dengan implementasi teori humanisme, yaitu Confluent Education, Open Education
dan Cooperative Learning.
1)
Confluent
Education
Confluent
Education adalah pendidikan yang memadukan atau mempertemukan
pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif di dalam kelas. Hal ini
merupakan cara yang bagus sekali untuk melibatkan para siswa secara pribadi di
dalam bahan pelajaran.
Sebagai contoh
misalnya, guru bahasa Arab memberikan tugas kepada para siswa untuk membaca
sebuah Qishoh yang berjudul “Abu Nawas”. Melalui tugas itu, siswa-siswa
tidak hanya diharapkan memahami isi bacaan tersebut dengan baik tetapi juga
memperoleh kesadaran antar pribadi yang lebih baik dengan jalan guru membahas nilai-nilai
yang terkandung dalam qishoh tersebut. Sehingga siswa tahu bagaimana
seharusnya bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
2)
Open Education
Open Education
adalah proses pendidikan terbuka. Menurut Walberg dan Tomas(1972), Open
Education itu memiliki delapan kriteria, yaitu:
a)
Kemudahan
belajar tersedia, artinya berbagai macam bahan yang diperlukan untuk belajar
tersedia, para siswa bergerak bebas di sekitar ruangan, tidak dilarang
berbicara, tidak ada pengelompokkan atas dasar tingkat kecerdasan.
b)
Penuh kasih
sayang, hormat, terbuka dan hangat, artinya menggunakan bahan buatan siswa,
guru menangani masalah-masalah tingkah laku dengan jalan berkomunikasi secara
pribadi dengan siswa yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok.
a)
Mendiagnosa
pristiwa-pristiwa belajar, artinya siswa-siswa memerikasa pekerjaan mereka
sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
b)
Pengajaran,
yaitu pengajaran individual, tidak ada tes ataupun buku kerja.
c)
Penilaian,
ujudnya: guru membuat catatan, penilaian secara individual, hanya sedikit
sekali diadakan tes formal.
d)
Mencari
kesempatan untuk pertumbuhan profesional, artinya guru menggunakan bantuan
orang lain, guru bekarja dengan teman sekerjanya.
e)
Persepsi guru
sendiri, artinya guru mengamati semua siswa untuk memantau kegiatan mereka.
f)
Asumsi tentang
para siswa dan proses belajar, artinya suasana kelas hangat dan ramah, para
siswa asyik melakukan sesuatu.
g)
Meskipun
pendidikan terbuka memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bergerak
secara bebas de sekitar ruangan dan memilih aktifitas belajar mereka sendiri,
namun bimbingan guru tetap diperlukan.
3)
Cooperative
Learning
Cooperative
Learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk menigkatkan
dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin (1980) Cooperative Learning
mempunyai tiga karakteristik:
1. Siswa
bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), komposisi ini
tetap selama berminggu-minggu.
2. Siswa
didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik
atau dalam melakukan tugas kelompok.
3. Siswa
diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
Adapun teknik Cooperative Learning
itu ada empat macam, yaitu:
1.
Team-Games-Tournament.
Dalam teknik
ini siswa yang kemampuan dan jenis kelaminnya berbeda-beda disatukan dalam tim
yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota. Setelah guru menyajikan
bahan, tim lalu mengerjakan lembaran-lembaran kerja, saling mengajukan
pertanyaan, dan belajar bersama untuk persiapan menghadapi turnamen atau
pertandingan, yang biasanya diselenggaran sekali seminggu. Dalam turnamen itu
ditentukan beranggotakan tiga orang siswa untuk bertanding melawan siswa-siswa
yang kemampuannya serupa (atas dasar hasil minggu sebelumnya). Hasilnya
siswa-siswa yang prestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki
kesempatan yang sama untuk memperoleh poin bagi timnya sebagai siswa yang
berprestasi paling tinggi.
2.
Student
Teams-achievement Divisions.
Teknik ini
juga menggunakan tim yang terdiri dari empat sampai lima anggota tetapi
kegiatan turnamen diganti dengan saling bertanya selama lima belas menit,
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terlebih dahulu disusun oleh tim, skor-skor
yang tertinggi memperoleh poin lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah,
kecuali itu juga digunakan “skor perbaikan”.
3. Jigsaw.
Dalam teknik
ini siswa dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen. Bahan
pelajaran dibagikan kepada anggota-anggota tim, kemudian siswa-siswa tersebut
mempelajari bagian mereka masing-masing bersama-sama dengan anggota-anggota
dari tim lain yang memiliki bahan yang sama. Setelah itu mereka kembali ke
kelompoknya masing-masing dan mengajarkan bagian-bagian yang telah dipelajari
bersama-sama dengan anggota tim lain itu kepada anggota-anggota timnya sendiri.
Akhirnya, semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan pelajaran.
Sebagai contoh
misalnya guru menetapkan tujuan yang menuntut para siswa mempelajari qira’ah.
Guru kemudian membagikan bahan tersebut menjadi empat atau lima bagian
terganting pada banyaknya anggota tim. Kemudian para siswa belajar bersama-sama
dengan anggota tim lain yang menerima bahan yang sama. Setelah itu mereka
kembali dan mengajarkannya pada anggota timnya sendiri. Tujuannya adalah agar
setiap tim mempelajarai seluruh bahan qirah’ah.
4. Group Investigation.
Group
Investigation adalah teknik dimana siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok
kecil untuk menangani berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok membagi-bagi
tugas tersebut menjadi sub topik-sub topik, kemudian setiap anggota kelompok
melakukan kegiatan-kegiatan meneliti yang diperlukan untuk mecapai tujuan
kelompok. Setelah itu setiap kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada
kelas. Dalam metode ini, hadiah atau poin tidak diberikan.
Demikianlah
sekilas tentang keempat teknik Cooperative Learning itu. Menurut hemat penulis,
ternyata Cooperative Learning itu pada umumnya mempunyai efek positif terhadap
prestasi akademik. Keberhasilan Cooperative Learning bergantung pada kemampuan
siswa berinteraksi di dalam kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Sukmadinata, Prof DR Nana Syaodih, Metode
Penelitian Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya
Ahmad, Drs H
Zainal Arifin, Handout Ilmu Pendidikan, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Website :
[1] Handout Ilmu Pendidikan, Zainal Arifin,
FTK.prodi bahasa arab, hal 15
[4] Ibid, hal 22
[5]Diambil dari http://mashurimas.blogspot.com
[6] Diambil dari http://afifahchen.wordpress.com
[7] Diambil dari http://hasanudin18.wordpress.com
[8] Diambil dari http://mashurimas.blogspot.com
Terimakasih.sangat bermanfaat untuk dipelajari
BalasHapusMy blog
trima kasih,sangat bermanfaat sekali
BalasHapushttp://http%3A%2F%2Fblog.binadarma.ac.id%2Fherisuroyo%2F.wordpress.com
cantik bget
HapusTERIMA KASIH ILMUNYA KAK
BalasHapushttp://http%3A%2F%2Fblog.binadarma.ac.id%2Firman_effendy.wordpress.com
Syukron kasiron
BalasHapus