nah, berikut saya paparkan pengertian, prinsip, teori psikologi, proses dan cara belajar yang baik,,, have nice read.
A. Pengertian Belajar
Belajar merupakan topik
dasar dalam psikologi yang berperan penting hampir dalam semua cabang
psikologi. Kegiatan belajar adalah suatu proses yang dapat menyebabkan
perubahan di dalam cara seseorang menanggapi dan menjawab (respon) sesuatu
problema sebagai hasil dari pengalamannya. Selain itu, belajar juga dapat
diartikan sebagai perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan
latihan. Kemudian, kegiatan belajar seseorang tergantung juga pada faktor
ingatan, perassaan dan kemauannya[1]. Terkait
dengan pemecahan problematika, tergantung pada sejumlah faktor-faktor seperti
keadaan yang berhubungan dengan corak kepribadian seseorang, momen yang
bersifat khusus, pengalaman yang telah diperolehnya, flexibilitas atau kebebasan
dari tekanan kejiwaan serta kecemasan.
B. Prinsip Belajar
Belajar itu tidak
sesederhana seperti yang digambarkan oleh ilmu jiwa asosiasi melainkan sangat
komplex. Dari hasil penelitian dan berdasarkan pengalaman akan kami
kemukakan prinsip belajar menurut
Gestalt, yaitu :
a). Agar seorang
benar-benar belajar ia harus mempunyai suatu tujuan.
b). Tujuan itu harus
timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan
oleh orang lain.
c). Orang itu harus
bersedia mengalami bermacam-macam kesusahan dan berusaha dengan tekun untuk
mencapai tujuan yang berharga baginya.
d). Belajar itu harus
terbukti dari perubahan kelakuannya.
e). Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil-hasil
sambilan atau sampingan.
f). Belajar lebih
berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan learning by doing.
g). Seseorang belajar
secara keseluruhan tidak dengan otaknya saja tetapi juga secara sosial,
emosional, etis dan sebagainya.
h). Dalam hal belajar,
seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
i). Segala sesuatu yang
dipelajari harus benar-benar dipahami.
j). Belajar lebih
berhasil apabila usaha itu memberikan sukses yang menyenangkan.
k). Ulangan dan latihan perlu, akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
l). Belajar hanya
mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar[2].
C. Teori Psikologi Belajar
Dalam
memahami proses psikologis belajar anak tidak selalu mudah. Oleh karena itu, memerlukan
berbagai macam teori untuk bisa memahaminya. Adapun beberapa macam teori
tersebut, yaitu :
1)
Teori
Behavioral
Teori ini mempunyai beberapa prinsip yang perlu dikaji
lebih dalam, yaitu :
a)
Classical
Conditioning
Classical conditioning, merupakan
kemampuan merespon stimulus baru berdasarkan pengalaman yang diperoleh secara
berulang – ulang. Dalam classical conditioning terdapat prinsip
continguity yang sangat berperan penting yang berbunyi, “kapanpun terdapat dua
alat indra terjadi secara bersama-sama dan berulang kali, maka keduanya saling
berkaitan”. Jadi, jika hanya ada satu dari stimulus terjadi, maka yang lainnya
ikut merespon sebagai perwujudannya, maka terjadilah suatu jawaban yang
otomatis. Misalnya ketika mata kita terkena debu atau kotoran lainnya yang
berasal sari udara, secara refleks kita akan langsung menutup mata. Contoh
lainnya ketika tangan kita terkena api atau dekat dengan api, secara serentak
pasti tangan kita akan langsung menghindar dari api tersebut.
Untuk lebih
memahami Classical conditioning dapat menggunakan eksperimen Ivan Pavlov
yang mengidentifikasikan tiga proses dalam classical conditioning yaitu
generalisasi, deskriminasi, dan penghilangan. Ketika proses tersebut
berdasarkan penelitiannya terhadap anjing. Proses generalisasi yaitu ketika
anjing mengeluarkan air liurnya dalam merespon bunyi suara tertentu. Setelah
anjing mendengar bunyi yang lebih keras dan lemah, anjing juga akan mengeluarkan
air liurnya. Deskriminasi yaitu anjing belajar untuk memberikan respon yang
berbeda terhadap stimulus yang sama dengan meyakinkan bahwa makanan selalu
diikuti oleh satu suara. Penghilangan (extinction) mempengaruhi proses
diskriminasi. Proses penghilangan terjadi ketika terjadi stimulus yang
bersyarat dilakukan berulangkali dan tidak diikuti oleh stimulus tak bersyarat.
Prinsip
Classical conditioning tidak begitu saja dapat digunakan, melainkan terdapat
beberapa petunjuk untuk menggunakannya. Pertama, mengkaitkan kejadian
yang positif dan menyenangkan dalam tugas belajar. Misalnya agar proses
pembelajaran dalam kelas tidak membosankan, sesekali seorang guru mengadakan
sejenis permainan kelompok untuk merileksasikan sejenak pikiran siswa. Dengan
permainan ini proses belajar akan lebih menyenangkan dan tentunya siswa akan
lebih semangat untuk belajar.
Kedua, memberikan
bantuan kepada siswa secara sukarela kepada siswa untuk menghadapi situasi yang
penuh kecemasan. Misalnya seorang anak yang pemalu, diberi tanggung jawab untuk
memimpin berdoa di depan kelas. Selain memimpin doa, berikan kesempatan
kepadanya untuk kegiatan yang sama di depan kelas. Hal itu bisa membantu anak
tersebut untuk melatih mentalnya agar menjadi lebih baik dan percaya diri.
Ketiga, membantu
siswa mengenal perbedaan dan kesamaan antara situasi yang dapat mereka
diskriminasikan dan simpulkan secara tepat. Misalnya seorang guru memberi
pengarahan kepada siswa kalau diberi sesuatu barang dari orang yang belum
dikenal seharusnya tidak mau menerimanya. Karena kemungkinan orang tersebut
dapat berbuat yang tidak baik kepada kita.
b)
Operant
Conditioning
Maksud dari prinsip ini yaitu proses pembelajaran
dimana seseorang secara sadar terlibat dan aktif bertindak pada lingkungannya
dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Operant conditing adalah belajar dalam
hal perilaku otomatis diperkuat atau diperlemah oleh konsekuensi atau tujuan
(Santrock and Yussen, 1992).
Ada beberapa
perbedaan utama antara operant conditioning dengan classical conditioning. Pertama,
operant conditioning lebih baik dalam menjelaskan respon yang terjadi secara
otomatis, sebaliknya classical conditioning lebih baik dalam menjelaskan respon
yang tidak otomatis (terdapat proses). Kedua, dalam classical
conditioning stimulus yang menguasai perilaku mendahului perilaku. Jadi,
stimulus ada terlebih dahulu, lalu kemudian terjadilah perilaku. Sedangkan
dalam operant conditioning stimulus yang menguasai perilaku mengikuti perilaku.
Berarti perilaku dulu terjadi setelah itu baru stimulusnya.
Operant
conditioning memungkinkan terjadinya consequence perilaku mengarahkan perubahan
terhadap kemungkinan kejadian perilaku. Consequence ini dapat berupa hadiah
atau hukuman yang dapat menyebabkan perilaku individu. Pengukuhan (reinforcement)
untuk hadiah dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya perilaku. Sedangkan
hukuman menurunkan kemungkinan suatu perilaku terjadi. Misalnya seorang dewasa
yang tersenyum ramah kepada seorang anak dan terus mengajak berbicara, maka
akan memperkuat atau menambah pembicaraan mereka. Akan tetapi, jika orang
dewasa menggertak anak tersebut, tentunya anak tersebut akan cepat – cepat
ingin meninggalkan situasai seperti itu.
Pada
dasarnya pengukuhan itu komplek. Secara sederhana pengukuhan dibedakan menjadi
pengukuhan positif yang sifatnya ditambahkan atau diperoleh dan pengukuhan
negatif yafng sifatnya dikurangi, ditolak atau dijauhi. Anatar kedua pengukuhan
ini sulit dipahami karena keduanya melibatkan stimulus yang berlawanan dan
tidak menyenangkan. Perlu kita cermati bahwa pengukuhan negatif juga dapat
meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku, sementara itu hukuman menurunkan
kemungkinan munculnya respon.
Terdapat
beberapa susunan yang dapat meningkatkan efektivitas pengukuhan. Yang pertama
yaitu interval waktu. Belajar lebih efektif dalam operant conditioning karena
interval stimulus dan responnya sangat singkat (perilaku otomatis),
dibandingkan classical conditioning (perlu proses yang tidak dapat secara
otomatis). Yang kedua yaitu pembentukan. Dengan pembentukan diharapkan
dapat mengembangkan perilaku individu yang dikehendaki. Misalnya terdapat
aturan bahwa anak yang baru pertama masuk sekolah diharapkan cepat mengambil
tempat duduk dan duduk dengan tenang.
Yang ketiga
yaitu penjadwalan pengukuhan. Penjadwalan pengukuhan menentukan kejadian suatu
respon yang akan dikukuhkan. Penjadwalan sepenuhnya berdasarkan interval waktu
dan frekuensi perilaku secara spesifik. Yang keempat yaitu pengukuhan
primer dan sekunder. Pengukuhan primer menggunakan pengukuhan dalam memuaskan
diri sendiri tanpa melalui belajar dari lingkungan, sedangkan pengukuhan
sekunder mendapatkan nilai positif melalui pengalaman yang dapat dipelajari
(bersifat kondisional).
c)
Pembentukan
Kebiasaan
Presentasi
dalam pembentukan kebiasaan terjadi berulang – ulang. Misalnya kebiasaan
seorang bayi yang ingin minum susu. Si bayi akan memasukkan tangan ke mulutnya
dan akan berhenti ketika bayi tersebut telah mendapatkan ASI dari ibunya.
d)
Peniruan
(Imitation)
Imitasi atau
peniruan terjadi ketika anak – anak belajar perilaku baru dengan melihat orang
lain bertindak. Dalam beberapa hal imitasi membutuhkan waktu yang lebih sedikit
daripada operant conditioning. Selain itu pada operant conditioning hanya
memberikan pembelajaran yang terbatas dan mengabaikan situasi penting terutama
pada pengaruh social terhadap belajar.
e)
Observational
Learning (Belajar Observasi)
Teori
belajar ini dikembangkan oleh Albert Bandura, merupakan perpaduan antara
pandangan behavioristik dan kognitif, bahwa belajar tidak harus melalui
reinforcement secara langsung seperti pada kondisioning operan. Belajar dapat
terjadi karena individu meniru (imitasi/ orang lain (model) yang mendapat
reinforcement sebagai kensekuensi dari tindakan yang dilakukan oleh model
tersebut. Ini disebut Vicarious Reinforcement. Bandura menyatakan bahwa
terjadianya belajar sosial dengan melalui proses pengolahan informasi tentang
konsekuensi yang diperoleh model sebelum memutuskan meniru atau tidak.
2)
Teori
Kognitif
Pada
dasarnya teori kognitif memang berbeda dengan teori behavioral. Pada teori
kognitif, pengetahuan dipelajari dan perubahan dalam pengetahuan menyebabkan
adanya perubahan perilaku. Sedangkan pada teori behavioral, perilaku baru itu
sendiri yang dipelajari. Pendekatan kognitif menyarankan bahwa apa yang dibawa
oleh individu dalam situasi belajar merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam proses belajar. Pengetahuan menciptakan penalaran kita,
maemfokuskan perhatian kita, dan merupakan penopang untuk mengingat.
3)
Teori
Perkembangan Kognitif
Pada teori
ini anak diberi kesempatan untuk mengembangkan pikiran rasional anak. Proses
kognitif merupakan media yang penting dalam menghubungkan lingkungan dengan
perilaku anak. Pada teori perkembangan kognitif ada dua pandangan tahapan
perkembangan kognitif.
Pertama, tahapan
perkembangan pikiran piaget. Tahapan – tahapan piaget adalah tahap sensorik,
tahap preoperasional, tahap operasional konkrit, dan tahap operasional formal.
Tahap sensorik mengembangkan kemampuan untuk mengkoordinasikan sensasi dan persepsi
dalam menghubungkan gerakan fisik dan perilakunya. Tahap preoperasional,
kemampuan mental mulai dan kepercayaan dibangun. Tahap operasional kongkrit,
tindakan mental diputarbalikkan berdasarkan objek yang real dan kongkrit. Tahap
operasional formal, memungkinkan untuk mengembangkan kekuatan berpikir yang
berwawasan kognitif baru dan sosial.
Kedua, tahapan
perkembangan kognitif Vygotsky. Dalam teori ini menegaskan bahwa perkembangan
kognitif anak tidak terjadi pada kehiodupan sosial yang bebas. Hubungan bahasa
dan pikiran sangat penting dalam membentuk mental dan kognityif anak. Terdapat
dua prinsip yang mempengaruhi hubungan bahasa dan pikiran, yaitu fungsi mental
yang berasal dari lingkungan eksternal dan sosial, anak berkomunikasi secara
eksternal menggunakan bahasa untuk sepanjang waktu sebelum mengalami masa
transisi dari percakapan eksternal ke internal.
4)
Teori
Pemrosesan Data
Teori
Pemrosesan informasi berhubungan dengan proses persepsi, perhatian, ingatan,
dan pikiran. Pendekatan teori pemrosesan data ini merupakan suatu kerangka
untuk memahami bagaimana cara anak belajar dan berpikir. Kita perlu
menganalisis bagaimana anak mendapatkan informasi, bagaimana menyimpan
informasi, dan mengevaluasi informasi yang didapat anak untuk tujuan tertentu,
seperti tes atau ujian.
Pada
dasarnya perhatian dan ingatan diperlukan untuk memproses informasi. Dengan
perhatian informasi yang diperoleh akan bertahan lama, sedangkan ingatan
diperlukan dalam mengambil langkah, mengemukakan ide yang dipikrkan. Agar
belajar dapat memperoleh hasil yang maksimal anak harus memegang informasi yang
diperoleh dan mencari kembali informasi yang telah lama disimpan di memory anak
tersebut.
Setiap
individu mempunyai kemampuan yang berbeda dalam pemrosesan informasi. Misalnya
seseorang anak yang dapat begitu cepat menyesuaikan diri dalam ruang kelas,
juga terhadap bidang akademik, sedangkan ada anak yang susah untuk menyesuaikan
dirinya. gaya kognitif ditentukan tidak hanya perhatian anak pada tugas,
organisasi dan strategi kognitif, melainkan kepribadian dan motivasi yang
terdapat dalam siri masing – masing anak.
D.
Proses
Belajar
Menurut Wittiyg (1981) dalam bukunya Psikologi of
Learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan :
1.
Acquistion (Tahap
Perolehan/ Penerimaan Informasi)
Proses Acquastion dalam belajar merupakan proses yang
paling mendasar dalam belajar. Pada tahap ini seorang siswa memperoleh
informasi sebagai stimulus dan melakukan respon terhadapnya, sehingga
menimbulkan pemahaman dan perilaku baru. Pada tahap ini juga terjadi asimilasi
antara pemahaman dengan perilaku baru dalam keseluruhan perilakunya.
2.
Storage (Tahap
penyimpanan informasi)
Pada tingkat ini seorang siswa akan mengalamni proses
penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses
acquistion. Dalam tahap ini melibatkan fungsi shortterm dan longterm memori.
Mengenai proses dan hubungan antar kedua memori tersebut akan dipaparkan oleh
kelompok selanjutnya.
3.
Retrieval (Tahap
mendapatkan kembali informasi)
Proses retrieval pada dasarnya adalah upaya atau upaya
peristiwa mental dallam mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang
tersimpan dalam memori berupa informasi, simbol, pemahaman, dan perilaku
tertentu sebagai respon atau stimulus yang sedang dihadapi. Pada tahap ini
seorang siswa akan mengaktifkna kembali fungsi-fungsi sistem memorinya,
misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah[3].
E.
Cara Belajar
yang Baik
Untuk menghasilkan hasil yang maksimal, kita
memerlukan cara belajar yang sangat mendukung dalam proses belajar. Tanpa
adanya cara ataupun metode yang baik, kita akan kesusahan dalam belajar. Untuk
itu, agar mempermudah dalam proses belajar kita akan memaparkan sedikit cara
belajar yang baik agar dapat sedikit membantu dalam proses belajar. Adapun cara
belajar yang baik, yaitu :
1.
Keadaan
Jasmani
Belajar memerlukan tenaga, karena itu untuk mencapai
hasil yang baik, diperlukan badan yang sehat. Anak yang sakit, yang kurang
makan, kurang tidur tidak dapat belajar dengan efektif. Kekurangan itu harus
ditiadakan terlebih dahulu, kemungkinan diperlukan bantuan dari dokter.
2.
Keadaan
Emosional dan Sosial
Anak yang merasa jiwanya tertekan yang selalu dalam
keadaan takut akan kegagalan, yang mengalami keguncangan karena emosi-emosi
yang kuat tidak dapat belajar efektif. Demikian pula, bila seorang anak tidak
disukai oleh teman atau gurunya akan menemui kesulitan belajar.
3.
Keadaan
Lingkungan
Tempat belajar hendaknya tenang, jangan diganggu oleh
perangsang-perangsang dari sekitar. Untuk belajar diperlukan konsentrasi
pikiran. Belajar sambil mendengarkan radio tidak dapat dilakukan dengan penuh
konsentrasi.
4.
Menggunakan
Waktu
Menggunakan waktu tidak berarti bekerja lama sampai
habis tenaga, melainkan bekerja sungguh-sungguh dengan sepenuh tenaga dan
perhatian untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu.
5.
Belajar
Keras Tidak Merusak
Belajar dengan penuh konsentrasi tidak merusak. Yang
merusak ialah menggunakan waktu tidur untuk belajar. Mengurangi waktu istirahat
akan merusak badan dan cara ini tidak tepat. Tiap orang perlu tidur selama 7
jam, sedangkan belajar sungguh-sungguh hanya memerlukan waktu 2-4 jam dalam
sehari dan dapat memberi hasil yang memuaskan.
Daftar Pustaka
Arifin M.Ed, Drs. H.M, Psikologi
Dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia, (Jakarta : Bulan Bintang)
1976
Nasution, M.A, Prof. Dr. S, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta :
Bumi Aksara )1995
Syah, M.Ed, Drs. Muhibbin, Psikologi
Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya) 1995
[1] Drs. H.M. Arifin M.Ed, Psikologi Dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia, (Jakarta : Bulan Bintang) 1976 Hal. 197
[2] Prof. Dr. S. Nasution, M.A, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta
: Bumi Aksara )1995, Hal. 46
[3] Drs. Muhibbin Syah, M.Ed, Psikologi Pendidikan, (Bandung :
Rosdakarya) 1995. Hal. 112
Tidak ada komentar:
Posting Komentar